Kampung Jahit Elsa Maharrani Merajut Asa Kesejahteraan Warga Sekitar
Nama Koto Tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota memang tidak sepopuler daerah lainnya di Sumatera Barat seperti Mandeh di Pesisir Selatan yang identik dengan keindahan pantainya atau Pariangan di Tanah Datar yang tersohor akan keelokan alamnya. Namun, nagari yang terletak di deretan Bukit Barisan ini mampu membius wisatawan yang berkunjung.
Nagari adalah pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di Provinsi Sumbar. Istilah nagari menggantikan istilah desa atau kelurahan, yang digunakan di provinsi lain di Indonesia.
Memasuki wilayah yang ada dalam Kecamatan ini, mata kita akan dimanjakan pemandangan hijau dan kuning. Hijaunya daun berpadu apik dengan warna kuning buah jeruk yang siap untuk dipanen. Bikin betah berlama-lama untuk menikmati suasana jika berkunjung kesini.
Lain hanya jika kita bergerak sedikit mengunjungi nagari Simpang Koto Tinggi, Kecamatan kuranji, kota Padang akan ada suara yang khas, suara mesin jahit saling bersahutan ketika kaki melewati pintu-pintu rumah yang ada. Kadang terlihat beberapa perempuan duduk di teras sambil memegang helaian baju untuk merapikan bagian tepi kain dari benang yang masih menjuntai. Jarak rumah yang hampir berdekatan tidak menghalangi mereka untuk saling berbicara dan tangan yang terus bekerja.
Pemandangan inilah yang setiap akan kita saksikan jika siang menuju sore hari. Inilah kampung jahit, kampung yang tercipta dari perempuan manis yang bernama Elsa Maharrani. Yang memiliki keinginan besar untuk bisa memberdayakan orang-orang disekitarnya, sekaligus membangun daerahnya.
Doc, Elsa Maharani |
Berawal dari bisnis reseller hijab yang ia geluti, hingga akhirnya menjadi pemilik brand hijabnya sendiri. Elsa menerapkan motto hidupnya dalam bisnis yang ia bangun. Bersama Maharrani Hijab, Elsa berhasil menyebar kebermanfaatan bagi orang-orang di sekitarnya melalui program ‘Kampung Jahit’.
Kampung Jahit adalah konsep yang diinisiasi oleh Elsa Maharrani, yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat berekonomi lemah di daerahnya.
Elsa Maharrani, menggandeng masyarakat sekitar yang mayoritas bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga , untuk menjadi mitra penjahit. Sistem kerja yang fleksibel, memudahkan para mitra untuk menyesuaikan waktu dalam memenuhi target jahitan. Sehingga mereka tetap bisa mengurus keluarga sambil menambah penghasilan.
Awal Mula Tercipta Kampung Jahit.
Doc. Elsa Maharrani |
Berdirinya Maharrani Hijab bersama Kampung Jahit bukanlah hal yang tiba-tiba terjadi. Semua berasal dari keresahan dan keprihatinan yang dirasakan Elsa selama menjalankan bisnis. Elsa Maharrani mengawali bisnisnya dengan berjualan barang impor dari Tiongkok yang dipasarkan secara online melalui marketplace. Bisnisnya berjalan sangat lancar, Tetapi ada yang membuat tidak nyaman di hatinya karena dia berjualan produk luar negeri bukannya produk lokal.
Kemudian beralih Elsa untuk menjadi reseller salah satu produk hijab lokal. Usahanya terbilang lancar, hingga ia menjadi distributor dengan penghasilan yang cukup memuaskan. dan berhasil menjadi agen yang memegang 17 brand ternama. Dan juga menjadi distributor 5-6 brand hijab Nasional. Hingga akhirnya terbesit untuk membuat produk sendiri.
Karena pengalaman mengenal dan keberhasilan dan pengetahuan selama menjadi distributor pakaian muslim dan didukung juga oleh keluarganya. Akhirnya mulai survei dan bolak balik ke Jakarta untuk mencari supplier kain. Elsa memantapkan diri untuk memulai usaha Maharrani Hijab. Proses produksi dilakukan secara mandiri di lingkungannya, sehingga dapat memberdayakan penduduk lokal.
Memulai bisnis baru dengan produksi yang dilakukan secara mandiri bukanlah hal yang mudah. Sejak awal, konsep produksi Maharrani Hijab adalah pemberdayaan. Elsa merekrut warga-warga yang memiliki kemampuan dasar menjahit untuk dilatih kembali agar memenuhi standar Maharrani hijab.
“Karena kami di sini, kan, konsepnya pemberdayaan. Kami membangun ‘Kampung Jahit, jadi orang-orang yang kami berdayakan itu adalah orang-orang yang memiliki skill, namun mempunyai ilmu sedikit. Kami memberikan standar yang sesuai dengan SOP kami, gitu,”
Berdasarkan pengakuan Elsa, ia sendiri tidak bisa menjahit, namun ia tergerak untuk mendirikan kampung jahit ini. Ide ini berawal tentang kegelisahannya akan kehidupan kaum perempuan di kampungnya, mulai dari sulitnya akses pendidikan, sulitnya akses kesehatan, hingga sulitnya akses penghasilan.
Dengan mata pencaharian utama yang bisa dilakukan hanya sebagai petani, pemecah batu kali, hingga bekerja di ladang orang lain. Bahkan tidak sedikit dari para ibu yang berstatus sebagai orang tua tunggal di daerahnya.
Doc, Instagram Astra |
Butuh waktu satu tahun bagi Elsa untuk mengedukasi soal pentingnya standar jahit, agar jahitan warga memiliki kualitas dan dapat bersaing di pasaran. Dari hasil menjahit ini, ibu-ibu bisa berpenghasilan di atas UMR setiap bulannya. Kendati begitu, semua mitra harus menjaga standar kualitas. Bukan hanya Ibu-ibu rumah tangga ada juga pria hingga disabilitas bergabung di Kampung Jahit.
Umumnya para pria disini pernah bekerja di Malaysia dan pulau Jawa yang kemudian pulang kampung karena sudah tidak mendapatkan penghasilan disana, akhirnya menjadi penjahit di Kampung Jahit. Dan para perempuannya dulu ada yang berprofesi sebagai pemecah batu.
Nama kampung jahit juga terdengar sampai luar kota Padang dan ada beberapa juga yang ikut menjadi mitra sebagai penjahit.
Saat ini Maharrani Hijab sudah memiliki 74 penjahit. Saat ini, 60% mitra penjahit Maharrani Hijab adalah wanita yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Dalam tiap bulannya, Maharrani Hijab mampu memproduksi hingga 1000 pcs produk. Sudah memiliki 42 agen dan 102 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia.
Brand Maharrani Hijab Go International
Berkat keuletannya dan konsep yang unik dari Kampung Jahit, juga menjaga kualitas produknya dan terus berinovasi pada akhirnya. Penjualan Maharrani yang dilakukan dengan sistem reseller atau keagenan. Reseller pun tersebar dari aceh sampai ke jayapura.
Dan untuk memperluas pemasaran hingga ke Luar Negeri, produk Maharrani sekarang juga tersedia di salah satu mall di Malaysia, tepatnya di Strand Mall, Selangor, Malaysia, bekerjasama dengan Butik bernama Nusantara Fashion House. Produknya juga sudah dikenalkan ke Malaysia melalui Malaysia International Halal Showcase.
Pandemi yang menjadi penghambat bagi sebagian besar pengusaha justru menjadi peluang bagi Elsa dan juga mitra-mitranya. Angka penjualan Maharrani Hijab yang dilakukan secara online meningkat berkali-kali lipat.
Mitra penjahit pun bertambah signifikan untuk memenuhi permintaan pasar. Saat pandemi, orang tidak berbelanja ke mal tetapi beralih ke cara online. Peningkatan penjualan mencapai tiga kali lipat, dan angkanya terus meningkat. Di saat Perusahaan lain banyak yang menutup pabrik karena pembatasan sosial berskala besar, Maharrani Hijab sama sekali tidak terganggu akan hal tersebut. Sebab, proses produksi pakaian dilakukan di rumah mitra masing-masing.
Menurut Elsa, tantangan terbesar adalah terus berupaya mencari pasar yang semakin luas, dan tantangan ini dijawab dengan membuat berbagai jenis busana muslim yang beragam dan berkualitas yang baik, tentunya dengan harga yang terjangkau.
Jika brand busana muslim lain menawarkan harga sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000, Maharrani hanya menawarkan produk dengan harga kisaran Rp 200.000, sehingga konsumen selalu repeat order.
Kampung Jahit, Kampung Berkelanjutan Untuk Ekonomi Sekitar
Keberadaan Kampung Jahit Maharrani Hijab sangat membantu perekonomian masyarakat. Banyak ibu-ibu rumah tangga sangat terbantu dengan sistem pembayaran di Maharrani Hijab yang memudahkan, karena dibayarkan setiap selesai jahitan yang dikerjakan. Dan mereka merasa senang dengan konsep pemberdayaan Maharrani Hijab, yang benar-benar membimbing dan mengajari para mitra hingga bisa menjahit dengan baik dan benar.
Menurut Elsa, untuk membangun sistem yang sehat dan berkelanjutan, dibutuhkan kepercayaan dan pendekatan yang baik antara pengusaha dan mitra. Bukan karena mereka sebagai karyawan saja tapi ada pendekatan sosial juga diperlukan untuk membangun loyalitas, salah satu caranya adalah dengan menyisihkan beberapa persen keuntungan untuk memberi bantuan pangan kepada para mitra penjahit saat pandemi.
Mendapatkan penghargaan "Awal September 2020 saya dihubungi pihak SATU Indonesia Awards dari Astra, karena saya merasa tidak pernah mendaftarkan diri, saya acuhkan. Tahu-tahunnya, ketika cerita setelah suami pulang, rupanya dia yang daftarin. Akhirnya ikut, dan terpilih," cerita Elsa .
Tidak hanya berbisnis, Elsa juga menyempatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial bersama warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Muaro Padang, lalu kerjasama dengan PT Paragon Technology and Innovation (Wardah) dalam seminar kewirausahan. Kemudian sudah ada tawaran kerjasama dengan Balai Diklat Kota Padang terkait pelatihan menjahit bagi masyarakat.
Jauh sebelum itu, Elsa bersama suaminya telah lebih dulu mendirikan Rumah Quran Serambi Minang di bawah Yayasan Serambi Minang Madani. Santrinya kini melebihi 200 orang, dari anak-anak hingga mahasiswa untuk belajar Al-Quran.
Doc, Elsa Maharrani |
Bagi Elsa, niat awal dalam mendirikan Maharrani Hijab adalah untuk membantu masyarakat, Dan penghargaan tahun 2020 untuk kategori wirausaha berkat perjuangannya mendirikan, Kampung Jahit dan berhasil memberdayakan warga sekitar di kampungnya melalui Kampung Jahit. Bukan hanya milik pribadi penghargaan ini saya serahkan juga untuk para mitra semua disini.
Banyak sekali dampak positif yang didapatkan setelah mendapatkan penghargan SATU Indonesia Awards 2020, nama Kampung Jahit pun, jadi dikenal oleh publik hingga keluar kota Padang, bahkan luar negeri. Tidak jarang juga beliau sering dijadikan narasumber untuk membagi tips dan bercerita tentang keberhasilan kampung jahit, yang memberikan manfaat untuk orang banyak. Hingga sekarang Kampung Jahit Elsa Maharrani merajut ekonomi warga sekitar.
utieadnu
*https://www.astra.co.id/
*https://instagram.com/maharrani