Sekolah Sayur untuk Masa Depan dari Muhammad Farid
Sepertinya kata “sekolah” menjadi sangat eksklusif dan tidak terjangkau bagi masyarakat desa pinggiran, seolah-olah sekolah menjadi barang yang mahal. Padahal mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak setiap orang, namun kenyataannya pendidikan saat ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beban biaya pendidikan yang tidak sedikit itulah yang membuat sebagian dari generasi bangsa tidak bisa menikmati pendidikan yang layak.
Bagi masyarakat kurang mampu, pendidikan merupakan hal yang luar biasa. Juga saat ini pemerintah kita belum mampu secara keseluruhan untuk memfasilitasi pendidikan yang benar-benar menjangkau masyarakat luas, terlebih daerah pedalaman.
doc. M.farid |
Namun sepertinya di Indonesia ini tidak pernah kekurangan orang baik yang peduli terhadap pendidikan. Salah satu contoh kepedulian tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu adalah kisah inspiratif Muhammad Farid, beliau adalah tokoh penggerak perubahan dari Banyuwangi yang memiliki misi berbagi ilmu dan memberikan akses pendidikan yang layak dan gratis.
Kalau bicara tentang seikat sayur pastinya menemani kita nih, ibu-ibu mengawali hari, sajian murah meriah yang sarat gizi serta sehat,menemani sarapan, makan siang hingga makan malam. Namun bagi Muhammad Farid, kehadiran sayuran bukan melulu untuk ditumis, oseng, atau membuat variasi pelengkap sebagai lauk nasi, pria kelahiran 19 April 1976, meraih Apresiasi Satu Indonesia Award pada tahun 2010.
Belajar Tanpa Ruang, Sekolah Bayar Pakai Sayur
Dulu sebelumnya aku pernah mendengar cerita ini di televisi seorang yang mendirikan sekolah kemudian anak-anak muridnya membayar pakai sayuran. Sekarang bisa wawancara langsung meskipun lewat handphone, dan lebih mendengar cerita awal mulanya beliau mendirikan sekolah sayur ini.
Di usianya yang relatif muda yaitu 34 tahun, Muhammad Farid alumni dari Pondok Pesantren Salafiah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, mampu mendirikan sebuah sekolah dasar dan sekolah menengah Alam yang berada dibawah Yayasan Banyuwangi Islamic School (BIS) yang memiliki luas lahan sebesar 4000 m². Sekolah yang didirikan pada tahun 2005 ini tergolong unik karena konsep sekolahnya yang menerima biaya sekolah dalam bentuk sayuran dan doa, bahkan jika dalam kondisi tertentu siswa tidak diwajibkan untuk membayar alias gratis.
doc. M. Farid |
Sekolah Alam yang didirikannya terletak di Dusun Jenesari, Desa Genteng Kulon, Kec. Genteng, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur, dengan niat untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak mampu agar bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Farid dibantu sahabatnya Suyanto Koiru Ichwan dan beberapa guru lainnya.
Awal Mula Sekolah Alam BIS
Pada awal mulanya Farid dan Suyanto melakukan studi banding ke sebuah daerah di Jakarta dan mulai tertarik dengan konsep sekolah alam. Namun, sayangnya biaya sekolah alam sangat mahal, sehingga tidak semua orang bisa mengakses pendidikan di tempat tersebut.
Akhirnya ketika akan membangun sekolah alam di Banyuwangi, beliau mengambil konsep alam tapi biaya pendidikan yang murah dan terjangkau. “Ide itu akhirnya kami bawa ke Banyuwangi dan alhamdulillah hari itu kita dapat satu lokasi, kita pinjam lokasinya dan jadilah sekolah alam. Akhirnya dicoba untuk mempromosikan ke luar dengan kemampuan yang dimiliki,” ujar Farid.
Akhirnya Sekolah Alam BIS tercipta. Kini sekolah tersebut sudah berdiri di atas lahan wakaf seluas 4.000 m², lengkap dengan aula, langgar, sanggar, dan saung-saung sederhana tempat para siswa belajar.
Dulunya sekolah ini memang didaftarkan bersamaan dengan tingkat sekolah dasar, tetapi karena lokasi berada di dusun terpadu jadi yang diperbolehkan beroperasi hanyalah di tingkat SMP saja. “Modal awalnya semangat dan keyakinan. Selain itu, saat itu ada satu orang yang sempat sedekah uang sebesar Rp1,5 juta yang hanya bisa dipakai untuk beli spanduk promosi dan alat belajar,” jelasnya.
Tentunya membangun sekolah dan mengumpulkan murid baru tidaklah mudah. Saat awal berdiri, Farid mengaku tidak ada murid yang mau mendaftar ke sekolahnya. Akhirnya mereka mengunjungi rumah ke rumah untuk mencari anak-anak kurang mampu dan fakir miskin agar mau bersekolah di Sekolah Alam BIS.
“Saat pertama kali berdiri di tahun 2005, sampai 9 bulan sekolah ini tidak diakui pemerintah dan cenderung dipersulit. Namun, alhamdulillah memasuki bulan ke 10 karena ada banyak media yang meliput akhirnya kami dapat izin dan dapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Selain itu, sekolah yang saat ini sudah memiliki ratusan siswa tidak memiliki ruang kelas dan bangku seperti sekolah konvensional lainnya. Sekolah Alam ini hanya memiliki aula dan sebuah langgar kecil, serta satu aula yang digunakan sebagai sanggar. Siswa dibebaskan untuk belajar dimanapun yang ada disana tidak dibatasi pada ruang kelas dan bangku. Selain itu penggunaan seragam hanya di hari senin dan selasa saja sedangkan untuk di hari lainnya siswa dibebaskan untuk mengenakan pakaian apapun asalkan menutup aurat dan sopan.
Siswa dari sekolah ini sangat beragam, dan mayoritas didominasi oleh siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga beberapa dari siswa tersebut bersekolah tanpa menggunakan alas kaki. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh sekolah asalkan mereka dapat menuntut ilmu dengan nyaman.
Kontan saja, model pembelajaran yang digagas Farid dan seorang rekannya, Suyanto, ini awalnya dianggap aneh. Bahkan sempat mendapat cibiran dari banyak pihak. Sebab, dianggap keluar dari pakem pembelajaran yang sudah ada.
Life Skill untuk Anak-anak
Dua belas tahun dihabiskan untuk pendidikan dasar,menengah pertama dan menengah atas, belum lagi yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Sudahkah instansi pendidikan, melatih life skill seseorang?
Pendidikan di tanah air, bila menerapkan metode ini, mampu melejitkan kualitas pendidikan di negeri yang kita cintai. “Lembaga disini harus menerapkan life skill ke anak-anak, bila jenjang SMP berarti dia menginvestasikan umurnya, masa tiga tahun belajar. Harus ada sesuatu yang didapat, seperti model garansi, apa yang di garansikan ke anak didik untuk waktu tiga tahun belajar di kita. Makanya salah satu skill yang harus didapatkan dalam durasi tiga tahun,” ujar Muhammad Farid.
Skill bagi para siswa. Adalah berupa tiga camp, yaitu Kitab Kuning Camp, Tahfiz Camp dan English Camp, yang masuk pembelajaran dan di luar pembelajaran. Wah keren juga ya bekal life skill sekolah alam Banyuwangi Islamic School.
doc. M. Farid |
Kecakapan hidup atau life skill, memang selayaknya diajarkan kepada siswa siswi, mengingat era sekarang adalah persaingan semakin mengglobal. Kegunaan kecakapan hidup, yang terus dipoles oleh Sekolah Alam BIS, membuat siswa-siswinya mampu menggapai keterampilan, yang disokong berpikir kritis serta kreatif. Nantinya akan berguna ketika siswa-siswi menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Farid menyusun kurikulum sekolah dengan menggabungkan antara konsep pesantren modern dengan konsep pesantren salaf yang mengedepankan pendidikan karakter dan ilmu agama. Sekolah ini juga menerapkan sistem full day school dan boarding school untuk memudahkan penerapan pendidikan karakter dan agama, juga dengan adanya konsep pesantren modern siswa diajarkan untuk bisa menguasai berbagai bahasa seperti bahasa arab, inggris, jepang, dan mandarin.
Banyaknya siswa yang berprestasi dan mampu mengembangkan potensi dirinya inilah, kemudian mulai mengundang perhatian banyak pihak untuk menyekolahkan anaknya ke SD/SMP Alam.
Sehingga selain siswa yang tidak mampu, kini banyak anak-anak pengusaha dan pejabat baik dari Banyuwangi maupun luar daerah yang kemudian memasukkan anaknya belajar ke BIS. Walaupun demikian, Farid menegaskan, bahwa sekolah di BIS tidak membatasi siapapun untuk masuk. Para siswa yang berasal dari ekonomi lemah dan bisanya membayar sayur tetap diprioritaskan.
Semangat Farid untuk Hari ini dan Masa Depan Perjalanan Farid mengambil peran dalam mengisi kemerdekaan dan ikut membangun bangsa melalui pendidikan patut untuk diapresiasi. Apa yang dilakukan oleh Farid dengan merintis pendidikan gratis adalah sebuah langkah besar.
Sekolah Alam Banyuwangi Islamic School atau Sekolah Sayur, begitu orang menyebutnya adalah bukti kepedulian Farid kepada generasi penerus bangsa. Bukti kepeduliannya bagi masa depan Indonesia. Melihat perjuangan yang dilakukan, dan tantangan yang harus dihadapi, sangatlah tepat ketika Muhammad Farid dengan “Sayur untuk Sekolah” mendapatkan apresiasi Satu Indonesia Award 2010.
Sayur untuk Sekolah menjadi bukti, bahwa siapapun bisa mewujudkan asa, meraih cita untuk masa depan gemilang Indonesia.
Utieadnu
aku baru tau kalau di Banyuwangi, tepatnya di Genteng ada sekolah alam mbak, selama ini terlewatkan olehku
ReplyDeleteluar biasa sekali pak farid ini nggak mematok kalangan tertentu untuk bisa sekolah di tempatnya, bahkan boleh membawa hasil bumi atau sayuran ini.
Yang penting pendidikan untuk warga sekitar bisa tersalurkan dengan baik. keren