Keju Indrakila Noviyanto dari Susu Sapi Boyolali yang Mendunia
Manfaat keju untuk kesehatan tubuh sangatlah beragam, mulai dari menjaga kekuatan tulang hingga menyehatkan saluran pencernaan. Hal ini didapatkan berkat sejumlah kandungannya yang kaya akan nutrisi.
Keju adalah salah satu produk olahan susu yang dapat dikonsumsi sebagai camilan atau diolah menjadi berbagai jenis makanan. Tidak hanya lezat, keju juga dikenal sebagai sumber nutrisi yang baik bagi tubuh.
Keju ternyata memiliki jenis berdasarkan proses olahan yang dilalui. Keju alami dan keju olahan, yang mana yang lebih baik? Keju merupakan produk olahan susu yang melalui tahap fermentasi. Dalam proses fermentasi ini susu diberikan kultur dan enzim yang nantinya akan mengubah susu menjadi keju.
Keju sendiri menjadi bahan makanan dengan sumber protein, kalsium, asam lemak serta nutrisi lain yang baik untuk tubuh. Terutama pada anak-anak yang masih masa dalam masa pertumbuhan, keju bisa menjadi campuran pada makanan utama maupun sebagai camilan untuk memenuhi kebutuhan kalsium.
Keju sendiri ternyata memiliki perbedaan berdasarkan jenis proses yang dilakukan saat proses fermentasi susu hingga menjadi keju. Perbedaan ini digolongkan menjadi keju natural atau natural cheese dan keju olahan atau processed cheese.
Perbedaan antara keju alami dan keju olahan ada pada bahan yang digunakan dalam proses fermentasinya. Natural cheese atau keju alami dibuat hanya dengan bahan-bahan yang sederhana dan alami. Sedangkan pada processed cheese atau keju olahan ditambahkan pengemulsi, lemak, garam, pengatur keasaman serta pengawet.
Dalam keju alami premium bahkan memiliki kandungan omega 3 dan 6 yang lebih tinggi dibandingkan dengan keju olahan. Kandungan lainnya juga berupa asam linoleat konjugasi, beta karoten, vitamin D, E, K dan K2.
Keju alami juga mengandung laktosa yang lebih rendah dibandingkan dengan keju olahan. Hal ini membuat keju alami akan lebih aman jika dikonsumsi oleh orang-orang yang intoleran terhadap laktosa.
Keju sendiri bisa dinikmati dengan berbagai cara. Ditambahkan dalam masakan atau menjadi camilan dengan disajikan bersama cheese platters seperti biskuit, kacang almond atau buah-buahan. Keju alami yang baik biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diproduksi. Biasanya produksi keju alami bisa memakan waktu sekitar 3 hingga 24 bulan.
Periode fermentasi keju ini akan menciptakan rasa, tekstur dan aroma keju yang berbeda-beda. Semakin lama keju difermentasi maka tekstur yang dihasilkan akan semakin keras dan rasa yang diciptakan juga semakin kuat.
Keju Indralika Keju Lokal yang Mendunia.
Bicara soal manfaat dan bagaimana proses keju ada keju lokal yang mendunia dan ini pun baru aku ketahui setelah mendapat oleh-oleh dari Boyolali rasanya enak gurih, yang terpenting anak-anakku yang suka benget keju sangat menyukainya.
Namanya Noviyanto yang menjadi pengusaha keju, alumni jurusan arsitektur itu mengembangkan produk turunan susu. Bertempat tinggal di Jl. Profesor Soeharso Nomor 41, Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali
Siapa sangka berawal dari kerap membawakan susu murni untuk rekan-rekannya di kampus di era 2000-an, menjadi jalan Noviyanto menjadi pengusaha keju. Tinggal di Boyolali yang notabene adalah sentra penghasil susu terbesar di Jateng.
Rumah yang dijadikan pabrik pembuatan keju menjadi saksi usaha pria yang akrab dipanggil Novi itu. Di situlah awal pabrik keju merk lokal asli Boyolali, Indrakila merambah pasar nasional dan internasional. Novi mengatakan Indrakila mampu bertahan menghasilkan produk keju lokal untuk pasar nasional.
Berawal di tahun 2009-an, Novi yang kala itu menjadi asisten seorang ahli produksi olahan susu dari Jerman, Benjamin Siegl mulai mengenal pengolahan keju. Sebagai tenaga ahli di lembaga pembangunan Jerman The Deutscher Entwicklungsdienst (DED), Benjamin Siegl sedang ditugaskan membantu mencari solusi pengelolaan susu Boyolali.
Sebagai daerah penghasil susu, rupanya para peternak sapi Boyolali belum punya keahlian pengelolaan produk susu yang maksimal. Disitulah Pemkab Boyolali melalui Bappeda mengajak kerja sama DED Jerman. “Dimulai dari survei daerah mana sebagai penghasil susu terbaik, kami melakukan pemetaan dan melaporkan hasilnya kepada Bupati Boyolali,” cerita Novi.
Benjamin Siegl dan Noviyanto lantas mencoba mengolah susu menjadi keju sebagai produk turunan. Ini juga menjadi solusi banyaknya susu yang belum dimanfaatkan peternak sapi di Boyolali. Selain itu berdasarkan survei, keju Setelah melalui berbagai proses, produk keju asli Boyolali pun lahir dan siap dipasarkan. Sasaran awal pemasaran adalah kafe-kafe di Solo dengan tamu-tamu kalangan ekspatriat.
Benjamin juga yang mengenalkan Noviyanto ke warga asing sebagai pelanggan produk keju. Novi pun teguh meneruskan usaha keju dan mendirikan Pabrik Keju Indrakila setelah Benjamin Siegl kembali ke Jerman pada 2010 menjadi bahan makanan yang banyak dimanfaatkan pengusaha kuliner.
Pada awal produksi, Noviyanto mengolah 20-an liter susu yang didapatkan dari peternak sapi Boyolali. Angka itu terus berkembang hingga puncaknya Keju Indrakila mampu mengolah 3.000 liter susu dalam sekali produksi. “Jumlah puncak biasanya tercapai saat musim liburan dimana kebutuhan keju meningkat untuk kebutuhan konsumsi,”
Noviyanto sempat memiliki inisiatif membuat rekomendasi kepada pemerintah Boyolali. Noviyanto memahami jika susu dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti sabun, karamel, keju, dan produk lainnya. Oleh karena itu, ia mengusulkan susu Boyolali yang berkualitas diolah menjadi keju, sedangkan susu berkualitas di bawahnya diolah menjadi sabun. Sayangnya, ia kurang mendapat dukungan dari pemerintah Boyolali sebab dianggap kurang memiliki pasar.
Dengan tekad yang kuat, Noviyanto pun terus berusaha. Ia kemudian mendirikan sebuah lembaga yang memproduksi dan memasarkan keju sendiri. Beruntung, meski sudah kembali ke negara asalnya, Benjamin tetap bersedia membantunya secara pribadi. Akhirnya, bersama sejumlah teman dan peternak sapi di Boyolali, ia resmi mendirikan Koperasi Serba Usaha (KSU) Boyolali pada tahun 2009
Noviyanto pun terus memutar cara untuk memasarkan kejunya ke restoran atau hotel. Jogja dan Bali menjadi daerah yang banyak melakukan pemesanan aneka keju produk Keju Indrakila. Sejumlah jenis keju produksi Indrakila adalah mozzarella, feta, feta black pepper, feta olive oil, mountain, mountain chili, dan boyobert. Boyobert lanjut Novi adalah keju lokal Boyolali yang terinspirasi keju asal Prancis, camembert.
Sebagai produsen lokal, Noviyanto memanfaatkan bahan baku susu sapi dari peternak Boyolali. Kelebihan keju lokal Indrakila adalah rasa lebih segar dan lebih tahan lama bila disimpan di lemari es. Untuk harga keju, Indrakila mematok harga kompetitif mulai Rp30.000 hingga Rp200.000-an tergantung jenis keju dan ukuran.
Keberhasilan Keju Indrakila Memberikan Harapan Bagi Peternak Sapi.
Keberhasilan Keju Indrakila tidak hanya memberikan dampak positif di Boyolali, tetapi juga di wilayah lain, seperti Desa Senduro di Lumajang, Jawa Timur. Di sana, Noviyanto telah mengembangkan usaha serupa dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Astra, dalam pengadaan peralatan pengolahan keju. Keberhasilan ini menjadi contoh bagaimana usaha kecil dan menengah (UMKM) dapat bertahan dan berkontribusi selama masa pandemi.
Noviyanto, dengan perjuangan dan kerja kerasnya, telah mengangkat pamor industri susu Boyolali ke tingkat internasional melalui Keju Indrakila. Keju ini bukan hanya menjadi produk unggulan lokal, tetapi juga sebuah inspirasi bagi pengusaha muda untuk memanfaatkan potensi di sekitar mereka. Keju Indrakila telah mencapai pasar internasional dan menjadi contoh nyata tentang bagaimana impian dan kerja keras dapat membawa kesuksesan. Dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 60 juta per bulan, Noviyanto masih memiliki target ambisius untuk masa depan, membuktikan bahwa tak ada batasan bagi mereka yang berani bermimpi.
Salah satu faktor keberhasilan Keju Indrakila adalah keistimewaan rasa segar dan daya tahan yang lama, yang membuatnya menonjol di pasaran. Harga yang kompetitif, berkisar antara Rp30.000 hingga Rp200.000, menjadikan produk mereka terjangkau oleh berbagai kalangan.
Nama Indrakila dari Cerita Pewayangan
Teman-teman pasti pernah mendengar cerita tentang, Indrakila merupakan gunung yang digunakan oleh Arjuna untuk berdoa sebelum berperang melawan Kurawa. Noviyanto sendiri memang cukup akrab dengan cerita pewayangan sebab sejak di bangku kuliah ia aktif di dunia teater. Pemilihan nama ini ternyata disetujui oleh Benjamin karena cukup mudah dilafalkan oleh orang asing.
Pada awalnya, produksi keju Indrakila tidak semulus yang dibayangkan. Noviyanto harus melakukan trial and error untuk menemukan formula yang pas agar keju produksinya dapat diterima oleh pasar. Tidak hanya itu, pemasaran juga menjadi tantangan terberatnya. Maklum saja, Noviyanto sendiri lulusan arsitek sehingga kurang memahami ilmu marketing.
Ada beberapa alasan mengapa keju Indrakila digemari oleh kalangan ekspatriat. Keju ini diproduksi menggunakan 100% susu sapi sehingga bisa tahan lama saat disimpan di lemari es. Selain itu, bahan baku lokal juga membuat cita rasanya jadi lebih segar dan khas. Keju indrakila sendiri saat ini memproduksi beberapa jenis keju, seperti mozzarella, mountain, feta, mountain chili, feta black pepper, feta olive oil, dan boyober.
Boyobert merupakan jenis keju hasil kreasi keju Indrakila yang terinspirasi dari keju asal Italia, camembert. Nama boyobert sendiri merupakan singkatan dari Boyolali dan camembert. Dengan mengambil nama daerah asalnya, diharapkan keju boyobert bisa menjadi signature keju Indrakila. Semua keju produksi Indrakila tersebut dijual dengan harga yang cukup kompetitif, yakni di kisaran Rp 125 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram, tergantung jenisnya.
Proses Pembuatan Keju Indrakila
Untuk menjaga kualitas kejunya, Noviyanto selalu meminta susu berkualitas terbaik dari pengepul. Salah satu tolak ukurnya adalah kadar lemak yang tinggi. Sebagai konsekuensinya, harus membayar susu tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Meski demikian, hal itu tidak menjadi persoalan. Selain demi menjaga kualitas keju, sejak awal ia memang memiliki tekad untuk mensejahterakan peternak sapi Boyolali dengan memberikan harga terbaik.
Proses pembuatan keju hingga jadi tidak memakan waktu terlalu lama. Hanya sekitar 4-5 jam saja. Biasanya, pasokan susu dari pengepul datang sekitar pukul 9.00 pagi, sedangkan proses pengolahan dimulai dari pukul 10.00 pagi hingga pukul 02.00 siang. Pabriknya biasa mengolah sekitar 1000 liter susu sapi tiap hari. Dari jumlah susu tersebut, hanya sekitar 100 kg atau 10% saja yang menjadi keju. Di waktu tertentu seperti saat akhir tahun, permintaan keju bisa meningkat. Dalam kondisi tersebut, keju Indrakila bisa menambah jumlah produksi hingga 2500 liter susu per hari.
Ada 4 jenis keju yang diproduksi oleh keju Indrakila yakni keju feta, mountain, mozarella dan boyobert. Perbedaan pada keju ini didasarkan pada penambahan bakteri pembuatan keju. Proses produksi keempat keju ini juga memiliki perbedaan.
Keju mozarella biasanya membutuhkan waktu selama 1 minggu hingga produk jadi. Sementara keju feta, mountain dan boyobert membutuhkan waktu kurang lebih hingga 3 bulan hingga siap dipasarkan. Hal inilah yang membuat harga keju lebih mahal. Keju Indrakila juga telah tersertifikasi halal dan sudah terdaftar merek dagang.
Prestasi Noviyanto dalam bisnis ini telah diakui oleh PT Astra International Tbk, yang memberinya penghargaan sebagai penggagas Pabrik Keju Indrakila pada tahun 2012. Namun, kesuksesan Noviyanto tidak berhenti di situ. Ia juga berusaha untuk melibatkan pengusaha muda di Boyolali dan berkolaborasi dengan UMKM lokal dalam memanfaatkan potensi susu sapi di wilayah tersebut. Kepatuhan terhadap regulasi dan standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi salah satu kuncinya.
Noviyanto dinilai telah berhasil membuat banyak perubahan untuk peternak sapi di daerahnya. Susu sapi yang melimpah di Boyolali, saat ini sudah bisa dikelola secara lebih baik. Semoga nih banyak hadir sosok Noviyanto yang membuat perubahan di desa kelahirannya. Aamiin.
Utieadnu.
aku suka keju dan salut sama semangat bapak Novi ini, nggak kenal putus asa, pantang menyerah, terus mengembangkan usahanya dan melibatkan masyarakat sekitar di desanya. Bahkan meskipun saat itu belum ada dasar ilmu marketing, tapi proses pembelajaran seiring waktu juga perlahan akan mengerti.
ReplyDelete