Sejenak kita melihat kebelakang tentang sejarah qurban bagaimana pengorbanan nabi Ismail.. anak yang telah lama dirindukan oleh sang ayah nabi Ibrahim setiap desah doa yang dilafazkan ada doa Ya Rabb berikan aku keturunan u.penerusku.. setelah lama itu baru terjawab lahirlah Ismail yang ketika bayipun masih diuji kesabaran Siti Hazar sang bunda dengan musim kemarau sulitny mendapatkan air.. ikhtiar berlari dari bukit marwa dan safa bolak balik karena kebingungan dan setelah pasrah justru air keluar dekat kaki Ismail yang ditinggalkannya kemudian Ismail tumbuh sebagai.pemuda yang sholeh dan kemudian suatu hari ayahanda bermimpi dan mnyuruh anakny untuk disembilih tanpa sungkan dan ragu dengan cinta kepada Allah.. ya ayahanda kalau itu memang perintah Allah maka lakukanlah....
Allah hanya menguji keduanya untuk mngetahui seberapa dalamkah taat hambanya sampai kepada titik sebilah pisau dileher Ismail namun kemudian memgganti ismail dengan domba ...
Dari sanalah mulai adanya sejarah haji dan qurban..
Mungkin kita berujar kitakan manusia bukan nabi... merekapun sejati hanya manusia biasa yang diistemewakan dengan cobaan diuji dengan ketakwaan tapi kemudian sanggup menerima maka merekapun disebut "nabi"
Sedangkan kita manusia yang mungkin luput dari cobaan dan ujian takwa untuk mencintai Rabbnya saja merasa cukup ketika sholat gerakan kita selalu vertikal ke atas untuk horizontal kepada sesama cukup dengan uang Rp 10,000 setiap hari jum'at..
Kita bisa mempunyai alat komunikasi keluaran terbaru yang harga sampai jutaan rupiah... tapi ketika ditanya kenapa belum berhaji... dengan ringan menjawab "belum ada panggilan"
Panggilan... mempunyai arti seseorang yang akan dipanggil berarti dia hrs dekat dengan empunya pemanggil... jadi jangan mnggunakan kata belum ada panggilan jika kita sendiri menjauhkan diri bahkan enggan mendekat
Lalu bagaimana mungkin kita ingin diistemewakan dan dipanggil oleh Allah menjadi terkenal diantara penghuni langit..
untuk berqurban saja setiap tahun tidak ada list yang direncanakan.
Pantaskah kita disebut yang paling bertakwa sedangkan orang-orang yang garis ekonominya dibawah kita begitu inginnya mereka pergi haji.. begitu inginnya mereka berqurban
Dulu ada kisah bagaimana ibu yati si pemulung yang bisa berqurban hingga heboh media elektronik memberitakan.. karena bagi mereka aneh langka orang yang justru di bawah garis kemiskinan mengumpulkan receh demi receh hanya untuk berqurban baliau ingin menunjukkan garis ketakwaan secara vertikal kepada Allah sbg pencipta.. padahal dari segi materi pas-pasan tapi dengan rasa syukur yang lebih justru rezki dari Allah bukan lagi pas-pasan tapi nikmat di dalam hati yaitu ketakwaan yang tidak bisa di ukur dengan uang.
Lalu bagaimana dengan kita...?
Allah hanya menguji keduanya untuk mngetahui seberapa dalamkah taat hambanya sampai kepada titik sebilah pisau dileher Ismail namun kemudian memgganti ismail dengan domba ...
Dari sanalah mulai adanya sejarah haji dan qurban..
Mungkin kita berujar kitakan manusia bukan nabi... merekapun sejati hanya manusia biasa yang diistemewakan dengan cobaan diuji dengan ketakwaan tapi kemudian sanggup menerima maka merekapun disebut "nabi"
Sedangkan kita manusia yang mungkin luput dari cobaan dan ujian takwa untuk mencintai Rabbnya saja merasa cukup ketika sholat gerakan kita selalu vertikal ke atas untuk horizontal kepada sesama cukup dengan uang Rp 10,000 setiap hari jum'at..
Kita bisa mempunyai alat komunikasi keluaran terbaru yang harga sampai jutaan rupiah... tapi ketika ditanya kenapa belum berhaji... dengan ringan menjawab "belum ada panggilan"
Panggilan... mempunyai arti seseorang yang akan dipanggil berarti dia hrs dekat dengan empunya pemanggil... jadi jangan mnggunakan kata belum ada panggilan jika kita sendiri menjauhkan diri bahkan enggan mendekat
Lalu bagaimana mungkin kita ingin diistemewakan dan dipanggil oleh Allah menjadi terkenal diantara penghuni langit..
untuk berqurban saja setiap tahun tidak ada list yang direncanakan.
Pantaskah kita disebut yang paling bertakwa sedangkan orang-orang yang garis ekonominya dibawah kita begitu inginnya mereka pergi haji.. begitu inginnya mereka berqurban
Dulu ada kisah bagaimana ibu yati si pemulung yang bisa berqurban hingga heboh media elektronik memberitakan.. karena bagi mereka aneh langka orang yang justru di bawah garis kemiskinan mengumpulkan receh demi receh hanya untuk berqurban baliau ingin menunjukkan garis ketakwaan secara vertikal kepada Allah sbg pencipta.. padahal dari segi materi pas-pasan tapi dengan rasa syukur yang lebih justru rezki dari Allah bukan lagi pas-pasan tapi nikmat di dalam hati yaitu ketakwaan yang tidak bisa di ukur dengan uang.
Lalu bagaimana dengan kita...?
No comments
Post a Comment
Terima kasih sudah meninggalkan jejak di blog saya mudah-mudahan bermanfaat, Jangan tinggalkan Link URL BlogPost ya,,, makasih🙏